Dua bulan setelah bencana nuklir Fukushima Daiichi, Jepang mengumumkan rencana untuk tidak membangun PLTN baru. Untuk mencukupi kebutuhan energinya, negara itu akan beralih ke sumber energi terbarukan, terutama angin.
Kementerian Lingkungan Hidup Jepang menguatkan keputusan tersebut dengan mengeluarkan laporan mengenai adanya potensi energi yang amat besar untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga angin, terutama di kawasan timur laut yang baru saja diterjang tsunami.
"Potensi angin Jepang sangat besar karena negara ini memiliki mempunyai garis pantai yang panjang," kata Tetsunari Iida, pendiri Institute for Sustainable Energy Policies di Tokyo. Dengan menghitung kekuatan angin, ketersediaan lahan, dan potensi pengembangan ladang angin di lepas pantai, kapasitas turbin angin yang bisa dipasang mencapai 1.500 gigawatt (GW).
Laporan KLH tersebut juga menyebutkan, secara realistis, dengan insentif keuangan yang sesuai, Jepang bisa memasang turbin angin berkapasitas 24 sampai 140 GW. Dengan asumsi turbin angin beroperasi seperempat dari kapasitas totalnya, energi listrik yang dihasilkan rata-rata mencapai 35 GW. Jumlah itu setara dengan energi listrik yang dihasilkan 40 PLTN yang ada di Jepang.
Saat ini, energi listrik dari sumber terbarukan yang terdiri atas tenaga surya, angin, dan panas bumi hanya menyumbang tiga persen dari total produksi listrik. Sementara nuklir memasok 30 persen kebutuhan listrik di Jepang.
Kontribusi sumber energi listrik terbarukan tersebut terbilang statis, hanya meningkat tipis dari 3,1 persen menjadi 3,3 persen sepanjang tahun 2008 dan 2009. Iida menuding lemahnya dukungan kebijakan terhadap sumber energi terbarukan sebagai biang keladi rendahnya pertumbuhan tersebut. Bencana Fukushima dan jajak pendapat yang menunjukkan bahwa dua pertiga penduduk Jepang ingin berpaling dari nuklir akan menjadi momentum berharga kebangkitan sumber energi terbarukan di Negeri Sakura itu.
0 komentar