Dirasa tidak memiliki bekal yang cukup untuk terjun pada dunia bisnis tidak membuat Sukanto Tanoto berdiam diri. Saat itu usianya memang beranjak dewasa, 17 tahun dan terpaksa menjadi korban politik sehingga harus berhenti sekolah sebelum menamatkan pendidikannnya. Berbekal hobinya membaca buku sejak usia 12 tahun membuat Tanoto muda memiliki wawasan yang cukup luas dan mampu beradaptasi dengan lingkungan bisnis yang serba cepat. Saat itu sang ayah yang mengelola tiga perusahaan di Medan memberi kesempatan untuk Sukanto Tanoto belajar dan terjun langsung membantu menjalankan bisnis bersama. Berstatus sebagai putra WNA (Warga Negara Asing) pada situasi yang tidak berpihak kepada keluarganya membuat gerak Tanoto tidak bebas. Saat itu bukanlah hal yang mudah berada disisi yang berbeda terhadap pemerintah.

Semesta akan mendukung apapun yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Perlahan namun pasti, belum genap satu dekade belajar berbisnis, Sukanto Tanoto mencium ladang bisnis baru yang menjanjikan. Berusaha membangun bisnisnya sendiri, dengan modal jeli melihat peluang, kerja keras, serta disiplin tinggi membuatnya dengan mudah diterima dan secara bertahap nama perusahaannya mulai terdengar hingga meja pemerintahan. Bisa memanfaatkan sumber daya alam yang berlimpah rupanya membuat pemerintah mau menggandeng Sukanto Tanoto bersama menghasilkan pemasukan negara yang lebih baik.

Berhasil merajai industri perkebunan di Indonesia, Sukanto Tanoto tidak lantas puas dan melakukan ekspansi ke beberapa negara dengan harapan dapat mengalahkan masa lalunya dan menyongsong prestasi yang lebih baik lagi.

Referensi: Profil Sukanto Tanoto di Bloomberg