Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Oseanografi
(P2O) sedang mengembangkan teripang yang makin langka keberadaannya di
alam. Teripang atau dikenal pula dengan nama timun laut bisa
dikembangkan menjadi makanan dan suplemen makanan, yang mahal harganya,
sehingga penangkapan dilakukan berlebihan. Balai Pengembangan Bio
Industri Laut di P2O telah berhasil melakukan konservasi teripang secara
ex situ dan menyuplai benihnya ke masyarakat untuk pengembangan lebih
lanjut.
Bahkan
menciptakan konsep pemeliharaan teripang bersama dengan ikan bandeng
dan rumput laut di dalam satu tambak. "Target kami pada 2019, kami ingin
menjadi pusat nasional tentang teripang di Indonesia," tutur Dr.
Dirhamsyah, Kepala P2O, di Jakarta. "Teripang ini adalah program
unggulan kami dan hulu ke hilir." Teripang yang berpotensi dikembangkan
menjadi suplemen makanan adalah teripang dari jenis Sticopus vastus.
Menurut Abdullah Rasyid, koordinator penemuan teripang sebagai bahan
suplemen makanan, teripang bermanfaat mengganti nutrisi makanan yang
hilang waktu kita makan.
Teripang
S. vastus, meski tergolong yang teripang murah, ternyata mengandung
vitamin, kolagen, protein, omega 3, serta glukosamin dan kondroitin yang
berperan dalam pelumasan tulang, serta mukopolisakarida yang berperan
dalam pembentukan tulang rawan. Teripang lain yang sedang dikembangkan
adalah dari jenis teripang pasir atau Holothuria scabra yang memiliki
harga lebih mahal. Teripang ini hidup di pesisir dan mudah ditangkap
sehingga populasinya termasuk yang terancam punah. Teripang ini biasa
dijual dalam bentuk kering atau yang siap masak. "Di Indonesia harganya
bisa Rp64.000 per 100 gram di supermarket," kata Firdaus, peneliti dari
balai yang sama. "Di pasaran, harganya bisa mencapai US$15 sampai
US$1.500 per kilogram."
Teripang
sudah diperjualbelikan di 70 negara dengan tujuan ekspor adalah China,
Hong Kong, Taiwan, Singapura, dan Korea. Kebanyakan diekspor dalam
bentuk kering. Besaran ekspor teripang Indonesia, kata Firdaus, mencapai
2.003.783 kilogram dengan nilai mencapai US$9,4 juta lebih. Nilai ini,
kata Firdaus, terbilang kecil sebab teripang Indonesia dianggap tak
sesuai kualitas yang diinginkan pasar. Sehingga harganya dibanderol
rendah. Untuk itulah, LIPI melalui balai itu bermaksud untuk membantu
masyarakat mengembangkan sistem peternakan teripang yang menguntungkan.
0 komentar